SKATEBOARD DAN ANAK MUDA KOTA
- Pengantar
Dewasa ini skateboard telah menjadi salah satu jenis olahraga atau lebih tepatnya berkembang menjadi hobi dalam masyarakat kota. Olahraga Skateboard sendiri adalah sejenis olahraga yang menggunakan alat sebuah papan dengan berbagai ukuran dan dengan empat roda dan ornamen-ornamen lain yang melekat pada papan skateboard itu sendiri yang kemudian dipakai atau dikendarai oleh seseorang.
Dalam permainan skateboard dikenal bermacam-macam gaya atau trick-trick di antaranya seperti: ollie, kick flip, half flip, drop in , tail slide, nose slide, dan sebagainya yang mana berbagai gaya tersebut sering dilakukan oleh para pemain skateboard.
Keberadaan olah raga skateboard ini menyebar keberbagai kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung dan lainnya termasuk Kota Yogyakarta. Di Indonesia perkembangan olahraga skateboard ini masih tergolong sangat baru yakni sekitar tahun 1980-an dengan beberapa peminat saja. Kemudian peminatnya semakin banyak sejalan dengan waktu meskipun sebenarnya tidak pernah diadakan kejuaraan skateboard di Indonesia.
Lalu pertengahan tahun 1990-an semakin banyak pemuda yang bermain skateboard karena sudah ada skateshop yang menjual peralatan skateboard secara lengkap meskipun tidak dengan legal license. Dan salah satu label luar negeri seperti city Surf ini sering juga menggelar kejuaraan skateboard seperti di Jakarta, Bandung, dan Surabaya. Sehingga secara tidak langsung sangat mendukung meningkatnya peminat olahraga skateboard ini. Dan di kota Yogyakarta sendiri peminat skateboard ini sangat lah sedikit dan belum ada arena yang resmi untuk menyalurkan olahraga ini.
Fenomena keberadaaan skateboard ini mulai terlihat di beberapa titik di Kota Yogyakarta. Ada yang di pinggiran jalan ataupun di tempat-tempat tertentu. Dan para pemain skateboard ini bermain dengan berkelompok dan jarang ditemui para pemain skateboard yang bermain skateboard secara individu. Yang kemudian para pemain skateboard ini membentuk suatu komunitas kecil yang tentunya semua anggotanya adalah pemain skateboard. Di Kota Yogyakarta sendiri sudah ada beberapa komunitas skateboard yang tergolong sedikit jumlah pemainnya dan juga yang banyak pemainnya, antara lain Komunitas skateboard yang bisa dibilang sedikit jumlah pemainnya antara lain Komunitas skateboard Mandala Krida, Jembatan Layang Janti, Pasang Asem, Sleman dengung, Bantul dan lain sebagainya. Sedangkan komunitas skateboard yang banyak pemainnya antara lain Boulevard, Gedung Pusat, Balai Kota, Mandalakrida, Kotabaru, dan sebagainya. Sebutan komunitas tersebut memang berasal dari tempat yang mereka pergunakan untuk bermain skateboard. Komunitas skateboard masih jarang ditemui di Kota Yogyakarta karena hanya beberapa orang saja yang tertarik terhadap hobi baru ini, dan hanya beberapa orang saja yang menekuni hobi ini terutama dari golongan anak muda.
Bahkan tidak sedikit orang-orang yang mencibir skateboard dan menganggapnya negatif. Namun, walaupun demikian setiap orang memiliki keyakinannya sendiri-sendiri dan berhak untuk mengekspresiasikan segala yang menjadi keinginannya. Anggapan negatif mengenai skateboard ini mungkin saja berkiblat kepada orang-orang barat yang telah menganggap skateboard sebagai sesuatu kegiatan yang negatif.
Fenomena ini lah yang menarik perhatian kelompok kami untuk menjadikan kelengkapan tugas matakuliah Antropologi Perkotaan. Tugas kami ini didukung dengan data-data yang diambil dari hasil penelitian observasi partisipan agar data-data yang diperolah lebih mendalam dan juga study literatur.
Skateboard menjadi fenomena yang menarik karena olahraga ini kebanyakan peminatnya adalah anak-anak muda kota walaupun ada beberapa yang sudah tidak muda lagi, dan juga semakin menarik karena skateboard di kota Jogjakarta ini kebanyakan berada dalam ruang-ruang publik kota, dan hal lain yang menarik dari skateboard ini adalah melalui skateboard yang berada dalam ruang-ruang publik Kota Jogjakarta inilah yang membentuk identitas dan gaya hidup anak muda kota yang diekspresikannya lewat olahraga skateboard, dan sekaligus menjadi bagian dari gaya hidup anak muda kota yang tidak ingin dikatakan sebagai anak muda yang ketinggalan zaman, lalu fenomena ini semakin menarik karena dari usaha mereka mengklaim suatu ruang untuk menampilkan atraksi mereka secara publik.
- Meluncur Di Kampus
Penelitian ini dilaksanakan mulai pada bulan Maret 2008 hingga Mei 2008. Intensitas penelitian ini dilakukan kurang lebih sebanyak 10 kali dari bulan Maret 2008 hingga Mei 2008 yang dilakukan di dua tempat di Kota Yogyakarta yang mewakili banyaknya tempat untuk bermain skateboard dan setiap tempat bermain skateboard itu merupakan perwakilan suatu komunitas skateboard tersebut. Adapun dua tempat yang kami ambil sebagai tempat penelitin dari banyaknya tempat bermain skateboard antara lain kedua-duanya di daerah kampus UGM lebih tepatnya pertama sekitar Boulevard UGM yang berada di depan gedung GOR UGM kedua di depan Gedung Pusat UGM.
Adapun deskrispsi tempat penelitian kami yang pertama yaitu Boulevard skatepark UGM yang berada di depan gedung GOR UGM dekat dengan pintu masuk UGM, Boulevard skatepark UGM ini mengambil lahan jalan yang dipergunakan untuk laju kendaraan bermotor ataupun kendaraan roda empat dan sebagainya. Dari segi luasnya Boulevard skatepark UGM ini tidaklah luas tidak seperti di Gedung Pusat (GP) skatepark. Sedangkan dari segi kelengkapan alat-alat untuk bermain skatepark seperti table, hand rail, mini ram, dan sebagainya, Boulevard skatepark UGM ini memiliki alat-alat sebagaimana disebutkan diatas hanya beberapa saja seperti satu table dan satu hand rail bisa dikatakan tidak begitu lengkap. Dari segi kealusan jalan (karena alus atau tidaknya jalan berpengaruh pada permainan skateboard semakin alus akan semakin baik karena tidak akan menghambat roda skateboard sewaktu sedang jalan) Boulevard skatepark UGM ini tidak sangat alus ada sebagian tempat yang pengaspalan jalannya masih ada batu-batu kecil sehingga apabila main skateboard di tempat tersebut terasa sedikit tidak nyaman. Dan banyaknya pohon-pohon disekitar Boulevard skatepark UGM ini membuat nuansa sejuk sehingga orang yang bermain skateboard pun tidak akan terlalu kepanasan karena sedikit terlindungi oleh pohon-pohon tersebut, dan karena letak Boulevard skatepark UGM ini dekat dengan pintu masuk UGM dan dekat dengan tempat-tempat dimana banyak kegiatan-kegiatan yang dilakukan masyarakat banyak (lebih tepatnya kaum-kaum muda ) sehingga secara tidak langsung mengundang para pedagang untuk berjualan sehingga bagi yang bermain skateboard di Boulevard skatepark UGM ini dimanjakan oleh kemudahan untuk membeli jajanan atau minuman. Dan waktu untuk komunitas Boulevard skatepark UGM ini bermain skateboard dilakukan setiap hari dan setiap waktu tidak ada batasan tergantung keinginan mereka kapan akan dimulai bermain skateboard dan kapan akan menyudahi bermain skateboard, walaupun kadang-kadang bentrok dengan satuan keamanan kampus karena komunitas Boulevard skatepark UGM terlalu malam bermain skateboardnya. Dan komunitas Boulevard skatepark UGM ini memiliki masalah dengan penerangan apabila bermain skateboard sampai malam hari atau hanya menjelang malam saja, karena sering lampu disekitar jalan tersebut tidak dinyalakan oleh pihak UGM sehingga mengakibatkan komunitas Boulevard skatepark UGM ini mengalami kendala saat bermain skateboard karena gelapnya tempat tersebut.
Sedangkan tempat penelitian kami yang kedua yaitu di Gedung Pusat (GP) letaknya persis di depan Gedung Pusat dan komunitas ini mengambil lahan jalan yang sebenarnya diperuntukkan sebagai jalur lalu lalang kendaraan , namun karena pihak UGM sendiri mempunyai kebijakan yang berkaitan dengan menginginkan untuk meminimalisir polusi udara dilingkungan kampusnya maka dari itu pihak UGM pun menutup beberapa jalan masuk, sehingga menguntungkan bagi komunitas Gedung Pusat (GP) skatepark ini untuk bisa setidaknya tidak terganggu dengan lalu lalangnya kendaraan, dan dari segi keluasan tempat bermain skateboard Gedung Pusat (GP) skatepark ini memiliki tempat yang cukup luas, namun seiring dengan pergantian Rektor UGM dan mempunyai kebijkan baru, sehingga berakibat kepada komunitas skateboard Gedung Pusat (GP) skatepark ini dibatasi dalam hal tempat untuk komunitas ini bermain skateboard menjadi hanya satu ruas tempat saja dan tempatnya kecil sehingga komunitas ini tidak leluasa bermain skateboard seperti dahulu sebelum Rektor diganti, dan waktu bermain skateboard pun dibatasi yang semula setiap hari setiap waktu sekarang ini hanya diperbolehkan hanya pada waktu bukan hari kerja saja seperti hanya diperbolehkan bermain skateboard pada hari sabtu dan minggu. Dari segi alat-alat permainan skateboard seperti table, hand rail, mini ram dan sebagainya komunitas skateboard Gedung Pusat (GP) ini tidak begitu sangat lengkap seperti hanya memiliki dua hand rail, satu table, satu mini ram, dua pyramid dan sebagainya. Dari segi kehalusan jalan yang dipergunakan untuk bermain skateboard cukup alus dan cukup nyaman untuk bermain skateboard walaupun ada beberapa area yang tidak alus dalam pengaspalan jalan sehingga adanya batu-batu kecil yang menggangu dikala bermain skateboard, namun biasanya sering dihindari, mereka sering memilih bagian jalan yang halus. Disekitar Gedung Pusat (GP) skatepark ini banyak pohon-pohon sehingga terasa sejuk dan sedikitnya terlindungi dari teriknya matahari kota Jogjakarta. Dan sedikit berbeda dengan komunitas Boulevard skatepark UGM yang dimanjakan oleh kemudahan dalam mengakses mengkonsumsi jajanan seperti makanan atau minuman, komunitas skateboard Gedung Pusat (GP) ini tidak memilikinya, karena tempatnya yang bukan tempat sentral. Dan sama dengan komunitas Boulevard skatepark UGM, komunitas skateboard Gedung Pusat (GP) ini juga mempunyai masalah dengan penerangan yang kadang-kadang mereka bermain skateboard tanpa penerangan apabila bermain sampai menjelang malam karena kadang-kadang lampu penerangan disekitar Gedung Pusat tidak dinyalakan oleh pihak UGM. Dan sering sekali komunitas skateboard Gedung Pusat (GP) ini bentrok dengan satuan keamanan kampus karena dianggap menggangu apabila mereka bermain skateboard hingga menjelang malam hari ataupun malam hari.
C. Komunitas-Komunitas Skateboard Kampus
v Boulevard UGM
Menurut sejarah komunitas Boulevard ini berdiri pada tahun 2005. pada saat itu pendiri komunitas ini adalah 7 orang anak muda yang bernama Wahyu, Pras, Ismi, Yosi, Hadi, Jo, Anggit, dan Yusuf. Mereka adalah teman sesama SMA pada waktu itu. semula mereka membangun komunitas skateboard ini ditempat lain yaitu di perumahan dosen di sebelah Barat boulevard UGM. Biasanya mereka langsung memakai tempat yang dianggap cocok untuk bermain tanpa meminta ijin dari sekitar ataupun instansi terkait (pihak UGM). Mereka lebih memilih tempat tersebut karena jalanan yang halus, area yang cukup luas sehingga cocok untuk bermain skateboard. Tetapi itu tidak bertahan lama karena dimata PSKK para pemain skateboard ini dianggap sebagai “pengganggu” di lingkungan tersebut. Alasan yang dikemukakan PSKK adalah mereka terlalu berisik dan mengganggu ketentraman kompleks perumahan. Alhasil mereka pun diusir dari tempat bermain mereka tersebut. Kemudian, mereka mencari alternatif tempat yang baru yang sesuai dengan kriteria tempat yang cocok untuk bermain skateboard yaitu jalanan yang rata dan halus sehingga roda papan skate bisa menggelinding dengan baik, selain itu tempat yang sepi dari kendaraan bermotor sehingga saat bermain tidak terganggu oleh lalu lalang kendaraan bermotor. Akhirnya mereka menemukan tempat bermain baru yaitu di jalur lambat sebelah timur Boulevard UGM. Sama seperti sebelumnya mereka tidak ijin untuk menempati ruang di dekat Boulevard ini. Sejak itu mereka menetap di dekat Boulevard dan sering dipanggil komunitas skateboard Boulevard. Dalam riwayat perjalanannya mereka seringkali didatangi oleh pihak keamanan kampus (PSKK) yang menyuruh mereka untuk berhenti bermain karena sudah malam dan terlalu berisik, dan sebagainya. Mereka dianggap tidak mengenal waktu apalagi belakangan ini ketika lampu di trotoar itu sudah menyala mereka bermain hingga larut malam. Biasanya mereka bermain dari pukul 16.30 WIN - 18.30 WIB. Mereka berhenti apabila hari sudah gelap dan jalanan sudah tidak kelihatan untuk bermain skateboard. Tetapi ketika lampu trotoar itu sudah menyala walaupun remang-remang dan tidak begitu terang mereka bisa bermain skateboard sepuasnya bahkan kadang-kadang bisa sampai pukul 23.00 WIB atau sampai petugas PSKK menyuruh mereka pergi. Rutinitas bermain skateboard dilakukan setiap hari asalkan tidak turun hujan dan tidak ada mobil-mobil para tamu yang biasa diparkir saat ada even-even tertentu seperti hajatan, acara kampus, dan sebagainya yang perlu memakai ruang bermain mereka.
Jumlah anggota komunitas Boulevard sekarang sekitar 20 orang. Anggota komunitas Boulevard yang bermain skate di sini masih tergolong muda karena umurnya berkisar antara 17 sampai 22 tahun. Mereka kebanyakan berasal dari Yogyakarta tetapi ada juga yang berasal dari luar Yogyakarta seperti Cilacap, Klaten, dsb. Ini merupakan perkumpulan yang tidak memandang asal-muasal dan status seseorang di dalam komunitas ini terdapat rasa solidaritas antar anggotanya. Mereka menerima baik bagi siapa saja yang berminat ikut dalam hobi ini ataupun hanya untuk datang melihat-lihat, foto-foto, dan bertanya-tanya seputar masalah skateboard. Selain asal daerah ada perbedaan profesi antar pemain skateboard ini. ada yang mahasiswa, bekerja, dan ada pula yang masih menganggur karena belum mendapat pekerjaan. Rasa solidaritas mereka tercermin ketika mereka saling bekerja sama menjaga eksistensi komunitas ini yang dapat dilihat dari latihan bersama-sama yang terus dilakukan sambil membina hubungan yang lebih baik antar sesama anggota, saling bahu membahu mempersiapkan sarana dan prasarana seperti box, rail, dan lain sebagianya untuk bermain skateboard melalui swadaya bersama. Walaupun berbeda status sosialnya dikatakan demikian karena terlihat dari gaya berpakaian setiap anggota yang walaupun menggunakan gaya yang sama yaitu pakaian skaters tetapi kualitas dan keadaan barang yang berbeda (apakah pakaian yang masih baik atau sudah rusak dan bolong-bolong, dsb). Cerminan perbedaan status sosial mungkin hanya terlihat melaui pakaian mereka itu karena papan skate, dsb ternyata bukan merupakan sebuah patokan untuk melihat status sosial seseorang. Karena di mata masyarakat awam susah untuk membedakan antara papan skateboard yang mahal dan papan skateboard yang murah.
Tantangan para pemain skateboard biasanya “total” dalam bermain. Umumnya mereka sampai bekerja keras hanya untuk menguasai trik-trik dalam skateboard. Mereka terus dan terus mencoba sampai mereka bisa tetapi ada juga yang “menthok”, putus asa setelah lama mempelajari trik tertentu tetapi tidak kunjung bisa menguasai dan akhirnya tidak melanjutkan untuk belajar trik tertentu dan tidak memunculkan trik-trik yang tidak mereka bisa dalam permainannya. Seringkali tergambar kekesalan di wajah para pemain skateboard ketika mereka gagal melakukan trik-trik tertentu. Kekesalan-kekesalan itu mereka luapkan dengan teriakan-teriakan, makian-makian, kadang-kadang juga dengan melemparkan papan skateboardnya ke jalanan. Tindakan-tindakan semacam ini merupakan simbol-simbol kekesalan yang berupaya mereka luapkan keluar agar dapat tercapai hasrat kemarahannya. Namun keadaan seperti ini tidak berlangsung lama karena mereka kebanyakan mencoba kembali setelah beristirahat sejenak sambil melihat teman-teman yang lain bermain. Papan skateboard yang biasa menjadi sasaran kemarahan merupakan sebuah saksi bisu dari kemarahan seorang pemain skateboard. Seringkali kemarahan yang terjadi bukan hanya karena mereka tidak berhasil menguasai trik tertentu melainkan ada masalah-masalah yang dialaminya seperti konflik dengan orang tua, konflik dengan pacar, pekerjaan, tugas kuliah, dan sebagainya. Bisa dikatakan bahwa skateboard terkadang menjadi sebuah pelampiasan bagi seseorang dalam menyelesaikan segala permasalahannya. Mereka mempergunakan skateboard ini salah satunya sebagai ajang untuk bersenang-senang untuk menghilangkan penat. Cara bersenang-senang ini kemudian dengan melakukan berbagai tindakan-tindakan yang menantang adrenalin tentunya melalui skateboard ini. Skateboard sendiri menurut beberapa narasumber merupakan sebuah olahraga yang berbahaya dan penuh resiko. Walaupun demikian bagi kebanyakan para pemain skateboard hal semacam ini merupakan suatu bentuk tantangan tersendiri dan suatu kenikmatan tersendiri bila mampu melakukan trik-trik skateboard yang terbilang sulit dilakukan dan jarang sekali dikuasai oleh para pemain skateboard lainnya.
v Gedung Pusat UGM
Di kota Yogjakarta ini tidak ada prasarana atau tempat untuk bermain skateboard yang legal sebagaimana di kota lain seperti kota Bali, Jakarta, Bandung yang lumayan banyak skatepark (sebutan untuk tempat bermain skateboard) indoor ataupun outdoor.
Secara umum masyarakat mengenal Gedung Pusat (GP) sebagai kantor pusatnya Universitas Gadjah Mada, namun untuk sebagian masyarakat lebih tepatnya anak-anak muda kota Jogjakarta, Gedung Pusat (GP) merupakan tempat bermain skateboard, karena di sebagian area Gedung pusat oleh sebagian anak-anak muda dijadikan tempat bermain skateboard. Walaupun yang mempunyai wewenang di Gedung Pusat tidak melegalkannya, namun tetap saja sebagian anak-anak muda ini mengklaim sebagian area Gedung Pusat ini dijadikan tempat untuk bermain skateboard oleh mereka. Sehingga tidak dipungkiri pihak keamanan kampus selalu bentrok dengan anak-anak muda ini.
Awal mula terbentuknya komunitas skateboard Gedung Pusat (GP) ini dimulai pada tahun 1989 oleh beberapa pemuda, lalu seiring dengan waktu jumlah anggota-anggota komunitas skateboard Gedung Pusat (GP) pun bertambah, untuk sekarang bisa diperkirakan berjumlah lebih dari 20 orang dari anggota baru sampai yang lama, yang masih eksis atau pun yang sudah tidak eksis lagi, dan sering juga anggota komunitas skateboard Gedung Pusat (GP) ini datang dan hanya untuk menonton permainan skateboard teman-temannya atau hal-hal lainnya yang tidak berhubungan dengan dunia skateboard itu sendiri. Kebanyakan anggota komunitas skateboard Gedung Pusat (GP) ini adalah mahasiswa dari berbagai Perguruan Tinggi di kota Jogjakarta, lalu beberapa yang masih duduk dibangku SMA, dan SMP dan tidak banyak juga yang berstatuskan pengangguran, ataupun yang sudah bekerja. Dikomunitas skateboard Gedung Pusat (GP) kebanyakan pemainnya adalah kaum Adam. Namun, ternyata di komunitas ini ada juga kaum Hawa yang menjadi pemain skateboard yang jumlahnya hanya 3 orang.
Dari segi ruang Gedung Pusat ini dijadikan tempat bermain skateboard karena tempatnya yang cocok untuk bermain skateboard seperti dari segi aspal jalannya yang halus, tidak ada kendaraan yang lalu lalang dan juga letak Gedung Pusat berada di tengah kota sehingga mudah diakses, dengan suasana yang sejuk dengan banyaknya pohon-pohon yang mengelilingi sehingga dapat terhindar dari terik matahari kota Jogjakarta, dan area yang cukup luas untuk bermain skateboard sehingga semua para pemain skateboard Gedung Pusat tidak akan saling bertabrakan apabila sedang bermain skateboard. Seperti yang telah dibahas pada bagian sebelumnya bahwa skatepark Gedung Pusat ( GP) sekarang ini mengalami perubahan setelah pergantian Rektor UGM yang mana Rektor tersebut membuat kebijakan baru yang beimplikasi pada komunitas skateboard ini yaitu pelarangan komunitas skateboard Gedung Pusat ini untuk menggunakan jalan yang berada didepan Gedung Pusat ini dijadikan tempat bermain skateboard. Namun karena komunitas skateboard Gedung Pusat (GP) ini sudah lama menjadikan Gedung Pusat sebagai tempatnya untuk bermain skateboard (sebelum Rektor digantikan oleh yang baru saja menjabat sekarang ini) sehingga mereka tidak menyerah begitu saja, komunitas ini membuat proposal untuk mempunyai ijin agar diperbolehkan untuk bermain skateboard di Gedung Pusat. Dan akhirnya dari para birokrat UGM mengijinkan komunitas skateboard Gedung Pusat ini untuk bermain skateboard walaupun hanya diijinkan beberapa ruas jalan saja, sehingga para pemain skateboard komunitas Gedung Pusat ini akan saling bertabrakan apabila sedang bermain skateboard.
Komunitas skateboard Gedung Pusat (GP) ini merupakan komunitas skateboarad yang paling awal muncul dikota Jogjakarta setelah itu muncullah komunitas-komunitas skateboard yang sekarang menjamur di kota Jogjakarta seperti Balai kota, Kridosono, Boulevard dan lain sebagainya sehingga dapat dikatakan bahwa komunitas skateboard Gedung Pusat merupakan komunitas yang tertua dibandingkan komunitas skaboard ditempat lain di Yogyakarta. Dan anak-anak yang diluar komunitas skateboard Gedung Pusat (GP) ini menyebutnya dengan Gedung Pusat (GP) merupakan mbahnya skateboard di Kota Jogjakarta.
Gedung Pusat merupakan komunitas skateboard yang paling banyak dan yang masih eksis di kota Yogyakarta dibandingkan dengan ditempat yang lain, setelah Balkot (Balai Kota), namun setelah pengeluaran kebijakan baru oleh pihak Rektorat UGM bahwa tidak diperbolehkannya jalan sekitar Gedung pusat dijadikan komunitas skateboard Gedung Pusat (GP) ini untuk bermain skateboard komunitas ini sudah jarang sekali bermain skateboard atau bisa dikatakan intensitas bermian skateboardnya berkurang tidak seperti dahulu setiap hari sekarang menjadi hanya dua kali dalam seminggu saja yaitu hari libur saja ( sabtu dan minggu ) sebagaimana telah dijelaskan diatas sebelumnya.
Untuk masuk kedalam anggota komunitas skateboard Gedung Pusat tidak ada ritual-ritual tertentu untuk sekarang ini yang ada hanya pengucilan pada jangka waktu tertentu yang mana hanya untuk menguji ketahanan mereka diperlakukan seperti itu maka dari itu anggota baru lebih diharuskan proakitif untuk bisa diterima di komunitas skateboard ini dengan cara tidak sombong dan selalu baik pada mereka. Namun pada tahun-tahun yang dulu biasanya dikerjai terlebih dahulu seperti disuruh menjaga alat-alat seharian penuh, sedangkan bagi atau anak-anak baru yang datang ke Gedung Pusat yang memang sudah terbilang amatir atau anak-anak skate yang datang dari jauh dari luar kota untuk cekspot, biasanya mereka lebih ramah dan lebih respect. Dan biasanya yang banyak bermain di area terbut para amatir-amatir atau yang pro dan dengan sendirinya yang lain menyingkir karena minder, atau bermain skateboard disisi lain di tempat tesebut, dan kadang juga bergabung. Terdapat gap antara pemula dan senior yang sudah lama disitu, seperti yang terlihat pada komunitas Gedung Pusat.
Dari segi alat-alat yang tersedia untuk menunjang permainan skateboard di Gedung Pusat terdiri dari dua buah box, dua buah rail, dan dua buah pyramid, lalu beberapa alat lainnya yang disimpan didalam area parkir perpustakaan, dan ditamannya. Alat-alat tersebut merupakan hasil dari iuran bersama yang dipungut dari anggota secara sukarela. Tapi biasanya mereka melakukan standar berapa yang harus dibayar, dan ada sangsi sosial apabila tidak ikut berpartisipasi yaitu berupa ejekan dari anggota yang lain dan lebih ekstrim lagi pengucilan.
Waktu latihan skateboard dilakukan setiap hari pada sore hari sekitar pukul 16.00-an sampai 19.00 atau 20.00 tergantung pada mood mereka dan juga keamanan pihak Gedung Pusat yang kadang-kadang tidak diperbolehkan bermain skateboard apabila ada acara disekitar Gedung Pusat, dan juga kadang-kadang belum pada pukul 19.00 sudah tidak diperbolehkan untuk bermain skateboard lagi sehingga latihan pun dihentikan dan terpaksa hanya duduk sambil mengobrol. Dan pada hari minggunya latihan dimulai pada pagi hari sekitar pukul 07.00 atau 08.00 pagi sudah ada yang datang untuk bermain skateboard dan selesai sampai sore atau malam hari tergantung pada mood mereka, namun sekarang dari segi pola waktu bermain skateboard komunitas skateboard ini mengalami perubahan setelah Rektor berganti karena kebijakan pun berubah dan berimplikasi terhadap komunitas skateboard ini yaitu tidak diperbolehkannya bermain skateboard di ruas jalan Gedung Pusat sebagaimana biasanya, dan sedikit memberikan dispensasi (setelah melalui jalan yang cukup rumit membuat surat ijin agar diijiinkan bermain skateboard kembali, dan pihak UGM pun memberikan ijin tersebut namun hanya diperbolehkan hari-hari libur seperti sabtu dan mingg dan hanya di satu ruas jalan saja, seperti sudah dijelaskan sebelumnya. Dan yang menjadikan kendala yang paling besar bagi para pemain skateboard adalah cuaca, apabila cuaca hujan maka tidak bisa bermain skateboard. Karena papan skateboard sangat rentan terhadap air dan cuaca dingin. Lalu kadang pada waktu-waktu tertentu mereka melakukan latihan ditempat lain mereka menyebutnya dengan cekspot (dimana dalam cekspot tersebut mereka biasanya mencari spot-spot baru atau spot-spot lama untuk bermain skateboard) yang dilakukan biasanya pada hari minggu pagi atau hari-hari biasa pada malam hari.
Adapun tempat nongkrong anak-anak Gedung pusat setelah bermain skateboard di Gedung Pusat biasanya mereka nongkrong disebuah toko atau distro yang bernama Gloo yang terletak di sekitar jalan Kaliurang Km 05 Kota Jogjakarta, yang mana di distro tersebut merupakan salah satu toko yang menjual peralatan papan skateboard namun tidak secara lengkap seperti skateshop pada umumnya yang hanya menjual peralatan skateboard saja dan beberapa alat lainnya, lalu ada pakaian , sepatu dan sebagianya yang mana barang-barang yang diperjualbelikan tidak jauh dengan dunia skateboard dan kebetulan distro tersebut merupakan milik salah satu anggota komunitas skateboard Gedung Pusat yang dijalankan bersama-sama dan pegawainya pun direkrut dari teman satu komunitas skateboard.
Kebiasaan anggota komunitas skateboard Gedung Pusat adalah mencela satu sama lain (mereka menyebutnya dengan dicengin), dari diceingin trik-trik skateboard yang payah, gaya berpakaiannya yang aneh menurut mereka, digosipkan dan lain sebagainya.
Mereka mempunyai FS (www.gedungpusat@yahoo.com) yang mana digunakannya sebagai media untuk berkomunikasi dengan semua para pecinta skateboard diwilayah mana pun.
Apabila ada anggota baru mereka biasanya ramah, tapi tidak terlalu ramah khususnya bagi para pemain skateboard yang benar-benar pemula. Biasanya si anggota atau anak baru itu yang harus memperkenalkan diri pada mereka agar bisa diterima di komunitas skateboard Gedung Pusat. Sedangkan bagi anggota baru atau anak-anak baru yang datang ke Gedung Pusat yang sudah terbilang amatir atau anak-anak skate yang datang jauh dari luar kota untuk cekspot, biasanya mereka lebih ramah dan lebih respect.
Dari segi style berpakaian kebanyakan mereka mengadopsi style-style dari unsur musik seperti aliran musik hip-hop yang dijadikan ukuran atau sebagai panutan bagi komunitas skateboard Gedung Pusat (GP) ini dan juga aliran musik rock dan sebaginya.
D. Skateboard sebagai Identitas
Dari beberapa komunitas skateboard baik di Boulevard atau pun di Gedung Pusat ( GP ) semua anggotanya kebanyakan anak-anak muda, bisa dikatakan bahwa hampir semua hal-hal berbau pop culture anak-anak muda selalu menggandrunginya, karena anak-anak muda suka sekali akan hal-hal yang baru , termasuk skateboard didalamnya.
Adapun definisi dari anak muda kota itu sendiri adalah anak yang berusia sekitar 15 sampai 29 yang bercirikan secara sosio-psikologis masih mengalami fase masa pertumbuhan sosial psikologisnya terutama pada usia antara 15-24 tahun akan banyak mengalami berbagai benturan pada saat mereka mencari jati diri, dan yang hidup didaerah urban atau kota secara demografisnya. (Prijono. 1996: xvii). Karena itulah mengapa kebanyakan para pemain skateboard itu di kalangan anak muda karena mereka bisa dikatakan belum menemukan jati dirinya, dan dengan skateboard ini lah mereka mencoba menemukan jati dirinya.
Dilihat dari sejarah permulaan munculnya komunitas skateboard baik di Boulevard atau pun di Gedung Pusat selalu di awali oleh beberapa individu saja yang mempunyai hubungan pertemanan , lalu demi keberlangsungan komunitas skateboard itu sendiri, mereka ini mencari individu lain dengan cara mengajak individu-individu atau bisa dikatakan teman-teman mereka sendiri untuk bergabung bersama mereka, karena jumlah dalam kelompok pun akan mempengaruhi eksistensi sebuah kelompok dan dengan banyaknya jumlah anggota akan terjadi sebuah regenerasi dalam komunitas sehingga eksistensi akan terus berlangsung. Dan apabila bermain skateboard secara berkelompok secara tidak langsung akan adanya perlindungan dari semua anggota kelompok komunitas tersebut karena salah satu fungsi dalam kelompok itu adalah adanya perlindungan dan untuk mengatasi ketidakberdayaan dan kerapuhan (Shiraishi. 2004 : 46). Seperti fenomena yang terjadi dikalangan komunitas skateboard Boulevard, mereka bersama-sama anggota komunitas skateboard ini melawan para PSKK apabila diusir atau tidak diperbolehkan bermain skateboard, mereka selalu kompak untuk melawan dengan cara tidak menghiraukannya atau dengan jalan berkonfrontasi atau beradu argument bahwa mereka ini mempunyai hak untuk menggunakan jalan ini sebagai tempat mereka bermain skateboard karena tidak sedikit mereka ini merupakan mahasiswa dari Universitas Gadjah Mada yang mempunyai hak untuk menggunakan fasilitas UGM karena mereka membayar juga untuk kuliah disini ( UGM ), jadi mereka pun mempunyai hak untuk mempergunakan fasilitas jalan yang mereka pergunakan untuk bermain skateboard.
Dan menurut Tsyuyoshi Kato bahwa kesukuan pada masyarakat perkotaan dalam tiga bentuk antara lain : ( 1 ) jaringan anggota keluarga, sanak saudara, dan kenalan dari asal yang sama; ( 2 ) jaringan berbau kesukuan seperti perkumpulan berdasarkan hubungan keluarga, hubungan marga, dan hubungan tempat; ( 3 ) perkumpulan kesukuan seperti kelompok tari dan musik etnik; perkumpulan mahasiswa berdasarkan suku, agama, dan organisasi politik (Shiraishi. 2004 : 43). Yang mana masyarakat urban atau kota ini jaringan perkenalan, perkumpulan dan lain sebagainya mengukuhkan ikatan yang akan memperluas jaringan “ keluarga” dalam masyrakat urban. ( ibid. h 44 ).
Seperti yang terjadi dalam dua komunitas skateboard diatas yaitu Boulevard dan Gedung Pusat ( GP ) individu-individu dalam komunitas tersebut menjalin suatu hubungan dan memperluas jaringan dengan merekrut anggota-anggota atau teman-teman lainnya yang sama-sama menyukai skateboard untuk ikut bergabung dalam komunitas skateboard ini dan semakin banyak jaringan kekeluargaan dalam komunitas ini akan memperkuat hubungan antar sesama dalam menempuh dunia luar atau “ area dimana bukan dalam komunitasnya, yang mana tidak memberikan perlindungan dan keeratan persaudaraan” yang diberikan oleh komunitas skateboard ini.
Kelompok juga berfungsi sebagai penguat individu dalam menegaskan identitasnya, karena tanpa kelompok si individu disini tidak kuat atau bisa dikatakan rapuh (Shiraishi. 2004 : h 46). Begitu juga dengan komunitas skateboard ini berfungsi sebagai penegas identitas individu-individu yang ada dalam jaringan komunitas skateboard ini, begitu juga sebaliknya dengan adanya individu-individu yang ikut bergabung dalam komunitas skateboard baik komunitas skateboard Boulevard atau pun Gedung Pusat ( GP ) sama-sama sebagai penegas identitas komunitas ini dan juga sebagai penegas bahwa komunitasnya masih eksis dan akan terus eksis.
Dan dalam klaim ruang baik di Boulevard ataupun Gedung Pusat mereka ini mempunyai masalah keruangan yang sampai sekarang masih menjadi permasalahan klasik. Klaim terhadap ruang memberikan respon tersendiri terhadap ruang publik di sekitarnya dimana biasanya mereka masih tidak memakai izin ketika mempergunakan ruang publik untuk arena bermain sehari-hari. Dan hampir semua komunitas-komunitas skateboard model street dalam mengklaim ruang selalu tanpa meminta ijin terlebih dahulu ( ini khusus komunitas skateboard street, karena penelitian kita dikhususkan dalam penelitian komunitas skateboard di Boulevard dan Gedung Pusat dan yang mana komunitas Boulevard ataupun Gedung Pusat merupakan komunitas model skateboard street ).
Pihak-pihak lain yang berada di sekitarnya memberikan tanggapan yang beraneka ragam berkenaan dengan penggunaan ruang publik oleh para pemain skateboard.
Berbagai tanggapan muncul disini, ada yang mendukung bahkan ada pula yang menolaknya. Para pemain skateboard pun merasa tidak perlu memperhatikan efek-efek sosial yang ditimbulkan akibat penggunaan ruang publik, seperti teguran-teguran dari Satuan Keamanan UGM, dan komplain dari masyarakat sekitar akibat melakukan permainan yang menimbulkan kebisingan sehingga mengganggu masyarakat umum. Sebagai bukti kasus yang sehari-hari dialami oleh para pemain skateboard ini ketika mereka bermain samapai larut malam sering mendapat teguran dari petugas keamanan setempat bahkan dampak yang paling buruk dialami oleh komunitas Gedung Pusat yang sekarang tidak diperbolehkan bermain disana karena dianggap mengganggu, mereka hanya diperbolehkan bermain saat hari libur saja. Sedangkan bagi pengunjung dan masyarakat umum yang datang ke boulevard UGM maupun gedung pusat UGM lebih mentolerir keberadaan dari komunitas skateboard gedung pusat dan boulevard, bahkan seringkali berbagai aksi dari komunitas skateboard ini menjadi sebuah tontonan masyarakat. Masyarakat merasa bahwa komunitas skateboard sebagai sebuah bentuk identitas sosial yang berbeda.
Kedua bentuk tanggapan itu muncul ketika para pemain skateboard berusaha menunjukkan identitas sosialnya yang baru kepada masyarakat umum. Toleransi dan intoleransi merupakan dua term etis dalam wacana pluralisme, tempat berserakannya entitas-entitas perbedaan dan politik identitas bermain (Abdillah, 2002: 156). Tanggapan Pro dan kontra dalam menanggapi munculnya sebuah identitas yang dianggap baru oleh masyarakat merupakan hal yang dianggap biasa oleh Abdillah.
Dan cara pengklaiman komunitas skateboard diatas dipandang illegal oleh para pemilik wilayah atau lahan yang diklaim oleh para komunitas ini, karena mereka menggunakan sarana publik tanpa meminta izin terlebih dahulu, sehingga bentrokan-bentrokan selalu terjadi. Mengapa mereka melakukan seperti itu mungkin dalam kacamata hukum mereka ini melanggar hukum, karena menggunakan sarana publik tanpa meminta izin terlebih dahulu kepada pihak yang mempunyai wewenang tentunya, namun sepertinya kita tidak bisa menyalahkan mereka karena mereka tidak akan main klaim ruang begitu saja untuk bermain skateboard apabila mereka disediakan lahan untuk bermain skateboard, sehingga mereka tidak akan menggunakan sarana-sarana publik untuk bermain skateboard, namun dilihat dari kenyataan bahwa betapa sulitnya memberikan sedikit lahan untuk para komunitas skateboard ini atau untuk anak-anak muda yang menggeluti olahraga skateboard ini bagi para pembuat kebijakan karena tidak dipungkiri bahwa olahraga ini masih tergolong baru, sehingga masyarakat belum banyak mengenal olahraga skateboard ini sehingga belum adanya kontruksi masyarakat yang menjadikan skateboard ini sebagai bagian dari olahraga sebagaimana olahraga yang sudah banyak dikenal dalam masyarakat kita,
Dan juga media sangat berperan penting dalam mengkonstruksi pandangan skateboard pada masyarakat kita ini, karena media jarang sekali menayangkan skateboard ini pada sisi yang positif yang ada kebanyakan media menampilkan skateboard dari sisi negative seperti skateboard diidentikan dengan kriminal, orang-orang yang menggeluti skateboard ini hanya orang-orang yang tidak mempunyai pekerjaan dan skateboard itu diidentikan dengan alcohol, drugs, free sex dan lain sebagainya, karena skateboard ini datang bukan dari budaya Indonesia atau budaya Timur melainkan budaya Barat dengan kebudayaan yang mengandung asas kebebasan, sehingga skateboard yang ada di Indonesia pun tidak jauh berbeda dengan skateboard yang diluar Indonesia seperti itulah sepertinya pandangan-pandangan masyarakat kita ini terhadap skateboard di Indonesia khususnya di kota Jogjakarta , namun tidak banyak juga media yang menampilkan skateboard dari sisi positif dan kebanyakan media tersebut adalah media dari skateboard sendiri namun sayangnya masyarakat kurang mengakses media ini karena media ini bersifat beredar dalam komunitas sendiri atau bisa dikatakan media yang bersifat underground dan juga skateboard pun termasuk olahraga underground. Dan karena pengaruh media juga inilah mereka dapat mengimajinasikan mereka seperti mereka yang menjadi anutannya yaitu para sesama skateters ( sebutan untuk orang yang menggelui olahraga skateboard ) di luar sana yaitu di Amerika atau belahan dunia lainnya. Adanya hubungan antara media dengan identitas sosial sebagai penguat pecitraan atau pembentukan imajinasi suatu kebudayaan sebagai budaya superior yang harus dikonsumsi oleh semua orang (Ubed. 2002: 139 ).
Adanya media FS (Friendster ) digunakan oleh komunitas skateboard ini untuk memperluas jaringan hubungan-hubungan antara sesama skaters, dimana dalam media ini tidak ada batasan wilayah, status dan sebagainya yang terpenting adalah sama-sama menyukai skateboard. Salah satu media yang digunakannya adalah seperti yang dimiliki oleh komunitas skateboard Gedung Pusat (GP) yaitu ( www.gedungpusat@yahoo.com) yang digunakannya untuk berkomunikasi dengan semua para pecinta skateboard .
Dilihat dari sisi pola permainan skateboard itu sendiri yaitu dari trik-trik yang dilakukan oleh para pemain skateboard ini beragam dari trik ollie, nollie dan sebagainya yang mana mereka-mereka ini berlomba-lomba agar dapat menguasai trik-trik dalam permainan skateboard, sehingga dapat dikatakan adanya pola kompetisi dalam komunitas skateboard ini, timbul pertanyaan mengapa dalam suasana atau pola jaringan hubungan kekeluargaan yang dibangun dalam komunitas skateboard ini ada unsur kompetisi secara tidak langsung, tapi mereka terlihat solid dengan sesama anggota komunitas skateboard ( baik komunitas skateboard Boulevard atau pun Gedung Pusat ( GP ) terbukti dengan adanya solidaritas dalam pinjam meminjam papan skateboard dikalangan komunitas Boulevard apabila salah satu anggota tidak mempunyai papan skateboard namun keinginan bermain skateboard begitu besar sehingga teman dalam komunitas skateboard tersebut meminjamkannya atau bisa dikatakan saling bergantian, padahal dalam jariang hubungan kekeluargaan dalam komunitas tersebut adanya pola kompetisi seperti menginginkan lebih unggul dalam menguasai trik-trik skateboard dari yang lainnya, dan juga ingin menjadi juara skateboard apabila ada event-event pertandingan skateboard, dan lawan-lawan dalam pertandingan tersebut tidak lain adalah kawan-kawannya dalam satu komunitas tempat bermain skateboard atau satu komunitas besar yaitu komunitas skateboard, asumsi saya setelah bisa dikatakan lama dalam obervasi partisipan dalam penelitian ini adalah walaupun dalam jaringa hubungan kekeluargaan dalam komunitas skateboard ini adanya pola kompetisi diantara sesama anggota komunitas skateboard ini , namun mereka juga menjalin jaringan hubungan bagaimana solidaritas dinomer satukan karena demi keberlangsunga individu masing-masing yang mencoba eksis dengan identitasnya sebagai bagaian dari kelompok komunitas skateboard dan sebagai seorang skaters dan juga demi keeksisan komunitas skateboardnya.
Dalam politik identitas seseorang berupaya untuk menampilkan dirinya dalam berbagai berbagai cara seperti gaya hidup, cara berpakaian, aksi politik, dan sebagainya. Hal semacam ini tampak pada komunitas skateboard dimana anggotanya berusaha untuk menampilkan ciri khas dalam hobi ini yaitu dengan gaya berpakaiaan yang berbeda dari yang lain, musik kesukaan, dan sebagainya. Semua hal ini merupakan sebuah cara untuk memberikan sebuah rasa yang berbeda dari yang lain. Perbedaan menjadi kunci penting karena identitas baru yang berusaha dikomunikasikan melalui berbagai macam cara berbeda dengan identitas-identitas yang sudah ada dalam masyarakat yang bersangkutan yang nantinya akan menimbulkan pro dan kontra dalam masyarakat. Sebagai contoh misalnya adalah identitas skateboard yang dirasa sangat berbeda lebih hura-hura jika dilihat dari gaya berpakaiaan, dan sebagainya dibandingkan identitas kraton yang lebih teratur mulai dari cara berpakaian, sopan santun dalam menghadap Raja.
Di saat terjadi perdebatan terhadap munculnya skateboard sebagai salah satu identitas baru di Jogja, para pemain skateboard dari kedua komunitas berusaha untuk tetap konsisten dalam melaksanakan hobinya tersebut. Dengan dukungan dari komunitas seorang individu pemain skate bisa memiliki perasaan yang teguh untuk tetap menjalankan hobinya daripada ketika ia berjalan sendirian. Sehingga disini komunitas memiliki peranan yang sangat besar yang menunjang pembentukan identitas baru ini sampai identitas baru ini dapat diterima oleh masyarakat luas.
Secara epistemologi identitas dibedakan menjadi dua, yaitu identitas pribadi dan identitas sosial (Barker, 2000:165). Identitas individu mengacu kepada konsep yang kita yakini bagi diri kita sendiri. Pandangan ini dikenal sebagai paham esensialisme. Pandangan ini mengasumsikan bahwa gambaran mengenai diri kita merefleksikan sebuah identitas pribadi yang bersifat esensial, feminitas, maskulinitas, ras Asia, ras Eropa, kulit hitam ataupun kelompok anak muda dianggap memiliki esensi yang bersifat baku dan tetap. Sementara itu, identitas sosial merujuk kepada konsep identitas yang dibentuk oleh pandangan dan pendapat masyarakat. Pandangan ini dikenal pula sebagai paham anti esensialisme. Merujuk pandangan ini, identitas dipahami sebagai kontruksi sosial dan budaya yang bersifat spesifik menurut waktu dan tempat. Identitas bukanlah “sesuatu” melainkan merupakan konstruksi diskursif bahasa yang senantiasa berubah mengikuti perubahan waktu, tempat dan kegunaan.
Sementara itu menurut Giddens, identitas diri dibangun melalui kemampuan untuk mewujudkan narasi tentang diri dengan penciptaan perasaan kontinuitas geografis secara konsisten (Barker, 2000:166). Identitas diri merupakan sebuah sejarah penciptaan identitas dengan demikian merupakan suatu proses terus menerus sebuah proses tanpa henti. Proyek identitas ini dibangun diatas landasan apa yang kita pikirkan mengenai diri kita sendiri. Saat ini, dengan rujukan ingatan dan pengalaman masa lalu dan masa kini, serta bersama dengan apa yang kita pikirkan mengenai diri kita dimasa depan. Mengenai identitas sosial, Giddens menjelaskan sebagai entitas yang berhubungan dengan hak-hak normatif, kewajiban dan sangsi yang membentuk peran-peran tertentu (Barker, 2000:167). Pemberian atribut, tipologi stereotip bahkan stigma merupakan bagian proses pembentukkan identitas sosial.
Merujuk Chris Barker, identitas merupakan sesuatu yang bersifat sosial dan kultural berdasarkan dua alasan (Barker, 2000:167). Pertama, karena gagasan yang sebenarnya mengenai apa dan siapakah seseorang pada dasarnya merupakan sebuah persoalan kultural. Kedua bahasa dan praktek sosial yang menjadi sumber proyek identitas, pada dasarnya bersifat sosial. Bahasa tidak dapat bekerja tanpa ada komunitas tertentu yang menerima, mempraktekan, dan mendukungnya. Sebagai konsekuensinya, apa yang dipahami sebagai perempuan, anak-anak, anak muda atau orang tua misalnya dibentuk secara berbeda dengan mengikuti konteks sosial dan budaya yang berbeda pula. (Makna Tato dalam Kontruksi Identitas Mahasiswa Bertato Di Yogyakarta, 2005. Fakultas Ilmu Budaya, Yogyakarta. Hlm 22).
Menurut Parsons, identitas sosial merupakan subsistem personalitas dan menduduki peran penting dalam menentukan partisipasi seseorang dalam sebuah sebuah sistem sosial. (Ensiklopedia Ilmu-ilmu Sosial, edisi kedua: Machiavelli-World System. Adam Kuper dan Jessica Kuper. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta).
Identitas-identitas alternatif muncul dan mendapat tempat dalam sebuah permainan (game), bahasa, tanda, dan simbol (Abdillah, 2002: 29). Dalam bukunya sendiri dikatakan bahwa kata identitas sendiri adalah suatu kata kunci yang bisa mengacu pada konotasi apa saja: sosial, politik, budaya, dan sebagainya. Pada dasarnya suatu identitas itu tidak berdiri sendiri, ada sesuatu diluar dirinya yang memasukkannya ke dalam kategori identitas tertentu seperti nama, jenis kelamin, bahasa, agama, dan sebagainya.
Skateboard disini merupakan sebuah konsep yang bisa termasuk dalam kategori identitas. Melalui skateboard inilah para penganutnya atau para pemain skateboard ( skaters ) mencoba untuk menunjukkan identitas dirinya kepada yang lain dengan cara mengkomunikasikan dengan cara mengkonsumsi atribut-atribut yang ia pakai kedalam tubuhnya yang ia imaginasikan seperti dalam media-media tentang identitas seorang skateboard atau skaters. Identitas-identitas inilah yang dicoba dimunculkan dan membutuhkan tempat dalam penyaluran atau penegasan identitas yang ingin dibangun disini muncullah skateboard sebagai sebuah permainan (game) sebagai salah satu bentuk penegasan identitas seorang skaters . Dan identitas dari skateboard ini lah yang akan membangun identitas komunitas (sosial) anak GP dan Boulevard begitu juga sebaliknya antara individu seorang skaters dan komunitas skateboard merupakan sama-sama betuk penegasan identitas yang ingin dibangun dan dikomunikasikan kepada masyarakat sekitar , di mana mereka akan memiliki identitas ketika show-up di ruang –ruang public kota Yogyakarta karena ruang-ruang publik di persepsikan oleh mereka ini sebagai ruang yang bebas berekspresi.
Sebuah papan skateboard mampu mengkonstruksi identitas para anak muda komunitas GP dan Boulevard. Secara etik, identitas sosial merujuk kepada konsep identitas yang dibentuk oleh pandangan dan pendapat masyarakat. Pada umumnya masyarakat luar lah memberi konsep terhadap identitas mereka contohnya seperti mereka adalah anak-anak brandal (nakal), anak-anak yang brokenhome, anak-anak yang mudah terpengaruh kebudayaan luar (tidak mencintai kebudayaan asli) ini terlihat dari cara mereka berpakaian yang berbeda dari kebanyakan orang lain pada umumnya, dan alat permainan mereka, serta anak-anak yang gagal dalam kehidupannya pandangan seperti ini karena seperti telah dikatakan sebelumnya peran media kebanyakan menampilkan skateboard dari sisi negative sehingga pandangan masyarakat terhadap skateboard seperti itu. Secara emik, perbedaan identitas pribadi akan terlihat di antara sesama mereka dengan sebuah papan, sepatu, pakaian, serta aksesoris yang mereka pakai dan segala yang menempel dalam tubuh individu para pemain skateboard ini yang mana orang awam tidak dapat membedakannya, namun perbedaan seperti itu tidak dijadikan tolak ukur atau melebur secara tidak langsung kareana yang terpenting adalah rasa solidaritas antar sesama anggota komunitas skateboard, tidak perduli harga papan skateboard, sepatu, harga pakaian, serta aksesoris yang mana yang paling mahal dan sebagainya yang terpenting adalah kekeluargaan dalam komunitas, karena seperti telah dibahas pada sebelumnya aspek kekeluargaanlah yang terpenting demi keeksisan komunitasnya dan individu yang membutuhkan komunitas ini sebagai penegas identitasnya yang coba di bangun begitu juga sebaliknya tanpa adanya individu ini komuniitas tidak bisa eksi, sehingga terjadi timbal balik antara individu dan kelompok atau komunitas yang mana keduannya saling pengaruh mempengaruhi dalam mengkomunikasikan identitas yang dikomunikasikan kepada publik.
Pemberian atribut, tipologi stereotip bahkan stigma merupakan bagian proses pembentukkan identitas sosial. Pemberian atribut, tipologi stereotip, dan stigma ini bisa dari masyarakat luar dan juga dari juga dari dalam komunitas itu sendiri. Identitas sosial merupakan subsistem personalitas dan menduduki peran penting dalam menentukan partisipasi seseorang dalam sebuah sebuah sistem sosial. Partisipasi pada anak GP dan Boulevard adalah dalam bentuk iuran anggota yang merupakan salah satu jalan kelangsungan komunitas tersebut. Iuran ini digunakan untuk membeli peralatan landasan skateboard yang sudah tidak terpakai lagi atau rusak, dan yang terpenting adalah jaringan hubungan yang dibangun dengan sesama individu dalam komunitas tersebut.
Ekspresi diri merupakan salah satu kebutuhan mendasar manusia selain kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan. Pemenuhan kebutuhan untuk mengekpresikan diri dilakukan dengan memberikan kebebasan individu untuk menyatakan diri, sikap dan pendapat kepada orang lain. Terpengaruhnya kebutuhan untuk mengekpresikan diri akan memberikan keseimbangan, kesejahteraan jasmani dan rohani individu, ketidakmampuan seseorang untuk mengekspresikan secara wajar seringkali mengakibatkan munculnya berbagai masalah kejiwaan serta kesulitan berhubungan dengan dengan orang lain.
Terdapat berbagai macam cara manusia untuk mengekspresikan diri. Salah satu cara yang paling yang sederhana adalah dengan bahasa tubuh, seseorang dapat mengekspresikan sikap dan perasaannya yang paling mendalam. Demikian halnya dengan mimik wajah dan tatapan mata. Cara yang lain adalah dengan bahasa verbal. Melalui kata-kata, seseorang dengan mudah dapat mengungkapkan isi hati dan perasaannya. Komunikasi verbal merupakan salah satu cara paling umum dalam proses pengungkapan identitas diri manusia.
Manusia juga mengekspresikan dari melalui produk-produk budaya yang dikenakannya, pakaian, tata rambut, perhiasaan, serta aksesoris tubuh merupakan contoh paling jamak sebagai sarana manusia mengekspresikan diri melalui hasil karya ciptanya. Salah satu mengekspresikan diri yang kurang mendapatkan perhatian adalah melalui tubuh. Padahal, semenjak zaman pra-sejarah hingga saat ini, tubuh merupakan media ekspresi diri yang dominan.
Disini (skateboard) merupakan sebuah media ekspresi diri bagi para pemain skateboard atau seorang skaters. Identitas sosial tadi terlihat dari ekpresi diri dari komunitas skateboard melalui produk-produk budaya atau apa yang mereka konsumsi yang melekat pada tubuh-tubuh mereka seperti pakaian (kaos oblong dan celana jeans melorot atau pun ketat berukuran panjang atau pendek). Melalui skateboard inilah mereka mencoba untuk mengekspresikan diri mereka sendiri.
Dari papan skateboard inilah yang merupakan identitas seorang pemain skateboard yang ia ekspresikan lewat permainan skateboard itu sendiri hingga benda-benda yang melekat pada tubuh individu-individu yang mereka konsumsi, menjadi komoditas gaya hidup dikalangan para pemain skateboard khususnya dan menjadi sebuah trend tersendiri, dan juga karena peran media pula gaya hidup para pemain skateboard ini dapat juga diimaginasikan oleh bukan para pemain skateboard atau khalayak umum.
Gaya hidup merupakan ciri sebuah dunia modern, atau yang biasa juga disebut modernitas. Gaya hidup adalah pola-pola tindakan yang membedakan antara satu orang dengan orang lain (Chaney, 1996: 40).
E. Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa peminat skateboard kebanyakan dikalangan anak-anak muda erat kaitannya dengan hal pencarian jati diri oleh kalangan usia muda ini yang lebih terbuka akan hal-hal baru termasuk skateboard didalamnya.
Komunitas skateboard bagi individu atau pemain skateboard itu sangat penting dimana komunitas sebagai penegas identitas yang coba ia bangun dan jalan komunikasi kepada khalayak umum dan juga perlindungan-perlindungan dan juga keamanan yang akan menegaskan identitas yang coba ia konstruksikan. Begitu juga sebaliknya tanpa individu-individu ini keberadaan dan pengakuan kelompok atau komunitas skateboard ini tidak ada atau tidak eksis, jadi adanya timbal balik dalam pengaruh mempengaruhi identitas yang coba dikonstruksikan.
Terbentuknya komunitas ini dikarenakan sama-sama satu kebutuhan yaitu keeksisan didalam dunia skateboard serta identitas yang coba dikonstruksikan oleh individu-individu dan dalam komunitas inilah didalamnya dibangun sebuah jaringan hubungan-hubungan kekeluargaan.
Dan dalam hal klaim ruang untuk bermain skateboard komunitas ini mengalami kesulitan-kesulitan karena system masyarakat dan juga konstruksi masyarakat yang berpandangan negative terhadap skateboard ini, salah satunya karena peran media yang kebanyakan menampilkan skateboard hanya pada satu sisi saja yaitu sisi negative, sehingga secara tidak langsung berimplikasi terhadap bagaimana komunitas-komunitas skateboard ini mengklaim ruang untuk dijadikan tempat bermain skateboard. Sehingga konfrontasi atau adu argumentasi selalu ada dalam hal klaim ruang ini, sehingga menambah sulit diterimannya skateboard ini sebagai bagian olahraga pada umumnya dalam masyarakat dan yang menjadi gaya hidup dikalangan anak-anak muda. Toleransi dan intoleransi merupakan dua term etis dalam wacana pluralisme, tempat berserakannya entitas-entitas perbedaan dan politik identitas bermain yang mana tanggapan Pro dan kontra dalam menanggapi munculnya sebuah identitas yang dianggap baru oleh masyarakat merupakan hal yang dianggap biasa yang membutuhkan proses waktu yang cukup lama untuk diterima dalam masyarakat umum, karena penegasan dalam mengkomunikasikan oleh masyrakat penting bagi identitas yang ingin dibangun oleh para pemain skateboard . Dan Adanya hubungan antara media dengan identitas sosial sebagai penguat pencitraan atau pembentukan imajinasi suatu kebudayaan sebagai budaya superior yang harus dikonsumsi oleh semua orang.
Dalam politik identitas seseorang berupaya untuk menampilkan dirinya dalam berbagai berbagai cara seperti gaya hidup, cara berpakaian, aksi politik, dan sebagainya. Hal semacam ini tampak pada komunitas skateboard dimana anggotanya berusaha untuk menampilkan ciri khas dalam hobi ini yaitu dengan gaya berpakaiaan yang berbeda dari yang lain, musik kesukaan, dan sebagainya. Semua hal ini merupakan sebuah cara untuk memberikan sebuah rasa yang berbeda dari yang lain. Perbedaan menjadi kunci penting karena identitas baru yang berusaha dikomunikasikan melalui berbagai macam cara berbeda dengan identitas-identitas yang sudah ada dalam masyarakat yang bersangkutan yang nantinya akan menimbulkan pro dan kontra dalam masyarakat
Identitas dipahami sebagai kontruksi sosial dan budaya yang bersifat spesifik menurut waktu dan tempat. Identitas bukanlah “sesuatu” melainkan merupakan konstruksi diskursif bahasa yang senantiasa berubah mengikuti perubahan waktu, tempat dan kegunaan.Pemberian atribut, tipologi stereotip bahkan stigma merupakan bagian proses pembentukkan identitas sosial.
Identitas merupakan sesuatu yang bersifat sosial dan kultural berdasarkan dua alasan (Barker, 2000:167). Pertama, karena gagasan yang sebenarnya mengenai apa dan siapakah seseorang pada dasarnya merupakan sebuah persoalan kultural. Kedua bahasa dan praktek sosial yang menjadi sumber proyek identitas, pada dasarnya bersifat sosial. Bahasa tidak dapat bekerja tanpa ada komunitas tertentu yang menerima, mempraktekan, dan mendukungnya. Sebagai konsekuensinya, apa yang dipahami sebagai perempuan, anak-anak, anak muda atau orang tua misalnya dibentuk secara berbeda dengan mengikuti konteks sosial dan budaya yang berbeda pula.
Skateboard merupakan sebuah konsep yang termasuk dalam kategori identitas. Melalui skateboard inilah para penganutnya atau para pemain skateboard ( skaters ) mencoba untuk menunjukkan identitas dirinya kepada yang lain dengan cara mengkomunikasikan dengan cara mengkonsumsi atribut-atribut yang ia pakai kedalam tubuhnya yang ia imaginasikan seperti dalam media-media tentang identitas seorang skateboard atau skaters. Identitas-identitas inilah yang dicoba dimunculkan dan membutuhkan tempat dalam penyaluran atau penegasan identitas yang ingin dibangun disini muncullah skateboard sebagai sebuah permainan (game) sebagai salah satu bentuk penegasan identitas seorang skaters . Dan identitas dari skateboard ini lah yang akan membangun identitas komunitas (sosial) anak GP dan Boulevard begitu juga sebaliknya antara individu seorang skaters dan komunitas skateboard merupakan sama-sama butuh penegasan identitas yang ingin dibangun dan dikomunikasikan kepada masyarakat sekitar , di mana mereka akan memiliki identitas ketika show-up di ruang –ruang publik kota Yogyakarta karena ruang-ruang publik di persepsikan oleh mereka ini sebagai ruang yang bebas berekspresi.
Sebuah papan skateboard mampu mengkonstruksi identitas para anak muda komunitas skateboard karena ekspresi diri merupakan salah satu kebutuhan mendasar manusia selain kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan. Pemenuhan kebutuhan untuk mengekpresikan diri dilakukan dengan memberikan kebebasan individu untuk menyatakan diri, sikap dan pendapat kepada orang lain. Disini (skateboard) merupakan sebuah media ekspresi diri bagi para pemain skateboard atau seorang skaters. Identitas sosial tadi terlihat dari ekpresi diri dari komunitas skateboard melalui produk-produk budaya atau apa yang mereka konsumsi yang melekat pada tubuh-tubuh mereka. Melalui skateboard inilah mereka mencoba untuk mengekspresikan diri mereka sendiri.
skateboard inilah yang merupakan identitas seorang pemain skateboard yang ia ekspresikan lewat permainan skateboard itu sendiri hingga benda-benda yang melekat pada tubuh individu-individu yang mereka konsumsi, menjadi komoditas gaya hidup dikalangan para pemain skateboard khususnya dan menjadi sebuah trend tersendiri, dan juga karena peran media pula gaya hidup para pemain skateboard ini dapat juga diimaginasikan oleh bukan para pemain skateboard atau khalayak umum.
Dapat dikatakan bahwa skateboard digunakan sebagia jalan ekspresi sebagian anak-anak muda untuk menegaskan identitasnya sebagai seorang skateboarders atau seorang skaters, dan kebutuhan akan penegasan identitas itu individu membutuhkan relasi-relasi yang menjalin hubungan kekeluargaan yang didasari atas sama-sama menggeluti skateboard itu dan juga membutuhkan perlindungan dan keamanan dan juga penegasan identitas yang ingin mereka konstruksikan kepada publik, maka dengan cara berkelompok atau membuat komunitas skateboard adalah cara menjembatani antara individu dan kelompok serta masyrakat agar identitas mereka diterima, dan media dalam hal ini sangat mempunyai peran dalam imajinasi individu dalam pembentukan identitas dirinya sebagai seorang skateboarders atau skaters dan juga kontruksi pandangan masyarakat terhadap skateboard yang mana berpengaruh juga terhadap bagaimana cara pengklaiman ruang bagi para pemain skateboard ini dan juga penerimaan masyarakat umum
F. Referensi
Abdillah S, Ubed. 2002. Politik Identitas Etnis: Pergulatan Tanda Tanpa Identitas. Magelang: Indonesia.
Barnhoise, Ruth Tiffany. 1988. Identitas Wanita : Bagaimana Mengenak dan
Membentuk Citra Diri. Yogyakarta: Kanisius
Chaney, David. 1996. Life Styles Sebuah Pengantar Komprehensif. Yogyakarta: Jalasutra.
Fakultas Ilmu Budaya. 2005. Makna Tato dalam Kontruksi Identitas Mahasiswa Bertato Di Yogyakarta. Yogyakarta : Fakultas Ilmu Budaya,.
Ibrahim, Idi Subandi. 1997. Ectasy Gaya Hidup: Kebudayaan Pop Dalam Masyarakat Komoditas Indonesia. Bandung: Mizan.
Kuper, Adam dan Kuper, Jessica. Ensiklopedia Ilmu-ilmu Sosial, edisi kedua: Machiavelli-World System. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada..
Margaret, Mead. 1988. Taruna Samoa. Jakarta : Bharata.
Nurmandi, Achmad . 1999. Manajemen Perkotaan, Aktor, Organisasi, dan Pengelolaan Daerah Perkotaan di Indonesia. Jakarta: Penerbit Lingkaran Bangsa.
Tjiptoherijanto Prijono. 1996. Dinamika Sosial Pemuda Di Perkotaan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Rukmana, Nana.1993 Manajemen Pembangunan Prasarana Perkotaan. Jakarta : LP3ES
Shiraishi, Sasaki, Saya. 1997. Pahlawan-Pahlawan Belia. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar